Sejarah Panjat Pinang, Lomba 17 Agustusan

Sebuah tradisi yang sulit ditinggalkan saat bulan Agustus tiba adalah ajang panjat pinang yaitu perlombaan yang dilakukan dengan memanjat sebuah pohon pinang (atau pohon lainnya) yang sudah dikuliti dan diberi cairan pelicin, untuk memperebutkan hadiah yang digantungkan di atasnya, tujuannya untuk memeriahkan hari yang  bersejarah yaitu Hari Kemerdekaan Indonesia. Perlombaan ini merupakan salah satu lomba tradisional yang sangat populer sehingga acaranya terasa kurang sempurna tanpa panjat pinang.

Yang masyur bahwa awal mula kegiatan ini mulai pada zaman penjajahan Belanda. Biasanya acara ini diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Nah peserta yang mengikuti lomba ini mayoritas adalah orang-orang pribumi yang sedang dalam kehidupan penjajahan.

Panjat Pinang Di Negeri Tionghoa

Ternyata dibelahan bumi lain panjat pinang ini sudah populer di Fujian, Guangdong dan Taiwan hal ini berkaitan dengan perayaan Festival Hantu yang sudah menjadi tradisi setempat saat itu. Secara geografis memang sangat memungkinkan pohon pinang atau kelapa tumbuh dengan subur dikawasan tersebut. Dalam sejarah tercatat perayaan ini pertama kali ada dimasa Dinasti Ming dengan istilah qiang-guakan tetapi sempat juga pernah dilarang pemerintah karena memakan korban peserta panjat pinang. Sewaktu Taiwan berada di jajah oleh Jepang, panjat pinang mulai dipraktikkan lagi di beberapa tempat di Taiwan yang masih berkaitan dengan perayaan festival hantu yang sempat menghilang beberapa waktu. Dari sisi teknis kurang lebih sama, yaitu dilakukan beregu, dengan banyak hadiah digantungkan di atas untuk diperebutkan. Yang berbeda adalah keinggiannya yang bukan hanya mencapai setinggi pohon pinang, tetapi telah berevolusi menjadi satu bangunan dari pohon pinang dan kayu-kayu yang puncaknya bisa sampai 3-4 tingkat setara dengan bangunan gedung. Untuk meraih juara pertama, setiap regu harus memanjat sampai puncak untuk menurunkan gulungan merah yang dikaitkan di sana sebagai benda yang menjadi tujuan dari puncak perlombaan.

Panjat pinang adalah jenis lomba yang paling dinantikan oleh segala kalangan. Tak peduli apakah mereka tinggal di kota ataupun di desa. 

Panjat pinang membutuhkan kerja sama tim. Bagaimana tidak, siapa yang bisa memanjat batang menjulang itu sendirian tentu dengan bantuan orang-orang yang ikut menjadi tangga. Yang jadi tantangannya adalah pinang sudah diolesi dengan minyak atau oli untuk menambah keseruan lomba, karena akan sering kali melorot terpeleset jatuh kebawah.

Dalam pandangan banyak orang menganggap bahwa panjat pinang hanya membawa kenangan buruk di masa penjajahan. Masa-masa di mana kita, bangsa Indonesia ditindas dan ditertawakan oleh bangsa lain. Ada juga yang berpandangan bahwa panjat pinang sebenarnya mengukuhkan strata sosial yang ada di masyarakat.

Nilai filosofi disampaikan oleh Fandy yang menjabarkan, “Jika hadiah diibaratkan sebuah ‘kemerdekaan’, maka panjat pinang punya filosofi yang mendalam,” ujar Fandy dalam bukunya. Filosofi yang dimaksud Fandy;

Pertama, panjat pinang menggambarkan  perjuangan dalam mencapai kemerdekaan bangsa kita.

Kedua, kerjasama tim, kecerdikan, dan saling menolong untuk meraih juara dan hadiah.

Ketiga, menhapus ego pribadi untuk mencapai kemerdekaan.

Keempat, hasil dari hadiah atau kemerdekaan dibagi rata dalam masyarakat untuk kebahagiaan bersama.

Kontrofersi dari panjat pinang ini beberapa kalangan menilai, permainan ini mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan sehingga pantas dihentikan dan dihapuskan. Seperti yang menjadi kebijakan Pemerintah Kota Langsa, Aceh, melarang lomba panjat pinang pada peringatan HUT ke-74 RI tahun 2019 lalu. Larangan ini dibuat karena panjat pinang dianggap sebagai warisan penjajah Belanda. Pelarangan itu dituangkan dalam intruksi Wali Kota Langsa, Usman Abdullah (Toke Seuem) bernomor 450/2381/2019.

Begitulah sejarah ringkas dan makna serta nilai yang tersirat dari perlombaan panjat pinang. Semoga penjelasan ini bisa menambah wawasan kita dan sekaligus menjaga dan menambah rasa nasionalisme dalam jiwa kita sebagai bangsa Indonesia, Merdeka!. (dari berbagai sumber)